Sunday, January 22, 2012

UPAYA MENJADIKAN MANDALIKA-LOMBOK PARIWISATA EKSKLUSIF

Mataram, 9/1 (ANTARA) - Pulau Lombok berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat atau yang dulu menjadi bagian dari Kepulauan Sunda Kecil, yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat, dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa.


Pulau seluas 5.435 kilometer persegi ini kurang lebih berbentuk bulat yang memiliki "ekor" di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 kilometer. Dari ukurannya Pulau Lombok menempati peringkat 108 dalam daftar pulau di dunia.

Sekitar 80 persen penduduknya merupakan suku Sasak, suku bangsa yang masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi sebagian besar memeluk agama Islam. Sisanya merupakan suku Bali, Jawa, Arab dan Thionghoa.

Lombok dalam banyak hal mirip dengan Bali, dan pada dasawarsa 1990-an mulai ada kunjungan wisatawan mancanegara ke pulau itu, meskipun kini jumlah wisatawannya tidak sebanyak di Bali.

Salah satu obyek wisata potensial yakni Pantai Kuta, yang berada di wilayah Kabupaten Lombok Tengah, atau di sebelah selatan Pulau Lombok.

Seiring dengan perjalanan waktu, dan dengan diluncurkannya Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada pertengahan 2011, maka Pantai Kuta Lombok itu akan dijadikan salah satu ikon pariwisata nasional, bahkan dunia di masa mendatang.

Dalam MP3EI, NTB berada dalam koridor yang sama dengan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memprioritaskan pembangunan di bidang pariwisata dan pangan.

Pada 22 Juli 2011, pemerintah memutuskan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata di Provinsi NTB, dengan menetapkan areal seluas 1.200 hektar di Lombok bagian Selatan sebagai kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Nasional (Ekkparnas).

Kawasan Ekkparnas di Pulau Lombok yang lazim disebut Mandalika Resort itu akan dijadikan tempat pertumbuhan baru di daerah Lombok bagian Selatan yang berbasis wisata.

Selain memproritaskan potensi pariwisata, juga akan dikembangkan sentra produksi pangan yang meliputi pertanian, peternakan, dan kelautan, serta pengembangan eksplorasi energi geotermal di daerah pegunungan Rinjani.

Alasan pengembangan kawasan pariwisata Mandalika Resort itu antara lain, kawasan tersebut cukup strategis dalam mendukung ekonomi nasional, sehingga pemerintah terus mendorong berkembangnya aktivitas ekonomi.

Melalui peningkatan investasi dan produksi komoditi unggulan yang akan mendukung kemajuan sektor pariwisata, dan adanya pengembangan ekonomi kreatif yang berbasis budaya, peningkatan lapangan kerja, dan peningkatan PDRB daerah yang pada akhirnya mendukung pendapatan nasional.

Dengan demikian, kawasan Mandalika Resort itu akan dikembangkan menjadi kawasan wisata eksklusif yang diharapkan mampu mendatangkan jutaan wisatawan setiap tahun.

Nantinya, Mandalika Resort menjadi salah satu tempat wisata elit, yang letaknya di sebelah selatan Pulau Lombok, atau sekitar 50 kilometer dari Kota Mataram. Jaraknya dari Bandara Internasional Lombok (Lombok) yang berada di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, tidak lebih dari 10 kilometer, atau sekitar 30 menit perjalanan.

Mandalika Resort memiliki areal seluas 1.175 hektare yang akan dikembangkan menjadi kawasan pariwisata prestisius dengan rancang bangun yang komprehensif dan terpadu sebagai resor wisata budaya.

Upaya menjadikan kawasan pariwisata eksklusif itu, bukan hanya sebatas rencana karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meresmikan dimulainya pembangunan (groundbreaking) kawasan pariwisata Mandalika Resort, pada 21 Oktober 2011.

Pesan Presiden saat itu, antara lain percepat dan perluas pembangunan ekonomi nasional, termasuk pembangunan ekonomi di Koridor V Bali Nusra.

Presiden menghendaki kawasan Mandalika Resort itu menjadi ikon baru MICE (Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran), yang menjadi kebanggaan tidak hanya masyarakat NTB tetapi juga masyarakat Indonesia.

Perusahaan pengembang

Pemerintah mempercayakan PT Pengembangan Pariwisata Bali atau Bali Tourism Development Coorporation (BTDC) untuk mengembangkan kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort.

Kepercayaan itu diberikan semenjak investor Dubai yakni Emaar Properties, LLC, menyatakan kesediaannya untuk menggarap kawasan Mandalika, di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), awal 2008.

Secara geografis, kawasan Mandalika berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan memiliki pantai berpasir putih sepanjang 7,5 kilometer, sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan guna menarik wisatawan sebanyak-banyaknya.

Emaar berencana mengembangkan kawasan pariwisata terpadu di daerah itu, dengan nilai investasi sebesar Rp21 triliun untuk jangka waktu dalam kurun waktu 15 tahun pada tiga periode, setiap periode lima tahun dengan nilai investasi tujuh triliun rupiah.

Pemerintah Indonesia yang diwakili BUMN PT BTDC dan Pemerintah Dubai yang diwakili Emaar Properties LLC, menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengembangan kawasan wisata terpadu di Pulau Lombok itu, pada 19 Maret 2008.

Bahkan, rencana detail investasi periode pertama yakni pengembangan wisata terpadu di kawasan Mandalika Lombok, itu telah disusun Emaar dan BTDC, yang nantinya akan dieksekusi oleh perusahaan patungan yang diberi nama PT Emaar-BTDC.

Namun, semuanya tinggal kenangan, karena di penghujung 2009 rencana investasi triliunan rupiah itu dibatalkan sehubungan dengan permasalahan obligasi Dubai World.

Pemerintah Dubai mengumumkan gagal bayar atas sebagian obligasi Dubai World yang jatuh tempo. Dubai World tercatat memiliki kewajiban hingga 59 miliar dolar AS, atau menguasai sebagian besar dari total utang Dubai yang mencapai 80 miliar dolar AS.

Karena Emaar membatalkan rencana investasinya, maka BTDC mengubah konsep pengembangan kawasan wisata Mandalika itu, dengan konsep yang menyerupai perencanaan dan pengembangan kawasan wisata Nusa Dua, kawasan paling ujung selatan Pulau Bali.

Meskipun Emaar batal investasi, BTDC tetap dipercaya karena tergolong sukses dalam perencanaan dan pengembangan wisata resort Nusa Dua yang kini telah berdiri 25 unit hotel dengan jumlah kamar hampir 4.000 unit, dan kawasan itu telah menjadi tujuan wisata pejabat dari berbagai negara dan para selebritis.



Kendala

Dalam proses pengembangan Mandalika Resort, mencuat dikotomi Bali-Lombok jikalau PT BTDC yang menjadi penggerak utama pengembangan pariwisata Mandalika, yang dimuculkan politisi hingga kepala daerah di wilayah NTB pun sepaham.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut bicara soal dikotomi Bali-Lombok, saat meresmikan dimulainya pembangunan (groundbreaking) kawasan wisata Mandalika Resort itu, pada 21 Oktober 2011.

Saat itu, Presiden menyarankan perubahan nama perusahaan pengembang kawasan Mandalika Resort, berdasarkan aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat NTB.

Menurut Presiden, tidak elok jika perusahaan yang mengembangkan pariwisata di Pulau Lombok, menggunakan nama Bali (BTDC).

Saran Presiden itu kemudian ditindaklanjuti Menteri BUMN dan Direktur Utama PT BTDC, namun hingga kini masih kontroversi.

"Itu masih kontroversi antara direktur kami dengan Menteri BUMN," kata Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan PT Pengembangan Pariwisata Bali (BTDC) Alvaradar Erlangga Gandjar, saat berdialog dengan 25 orang wartawan asal NTB yang berkunjung ke kawasan pariwisata Nusa Dua, Bali, Rabu (4/1).

Menurut Alvaradar, manajemen BTDC enggan mengubah nama meski ditugaskan negara mengembangkan kawasan pariwisata Lombok, karena berkaitan dengan penggalangan investor.

BTDC sudah dikenal investor kawakan di dalam maupun luar negeri, sehingga akan kesulitan menggalang investor jika mengubah nama.

"Nama itu erat kaitannya dengan pemasaran. Jadi, tidak boleh main-main dengan nama," ujarnya, kemudian mengungkapkan bahwa pembentukan perusahaan patungan atau Joint Venture (JV) antara PT BTDC dengan perusahaan daerah Pemprov NTB lebih memungkinkan.

Pembentukan perusahaan patungan itu dianggap sebagai solusi terbaik yang telah mengakomodir saran Presiden.

Hanya saja, setelah beberapa pertemuan belum juga disepakati bentuk kerja sama pembagian hasilnya.

"Belum ketemu kesepakatan, saya sudah ke Lombok untuk bahas, dan mereka (Pemprov NTB) juga sudah ke sini (Nusa Dua), tapi belum juga sepakat," ujarnya.

Sempat mencuat tawaran yakni menyerahkan sebagian blok di kawasan Mandalika kepada Pemprov NTB untuk dikelola melalui perusahaan daerahnya. Namun, tawaran itu pun belum disepakati karena mencuat sejumlah ketentuan yang dirasa memberatkan salah satu pihak.

"Solusi terbaiknya memang 'joint venture' tapi masalahnya bagaimana pola pengaturan uangnya. Itu juga yang belum ada kesepakatan, sehingga dapat disebut masih kontroversi," ujar Alvaradar yang didampingi Kepala Divisi Operasional PT BTDC Gede Suparwata.

Kontroversi itu makin rumit ketika Pemprov NTB menghendaki dalam perusahaan patungan itu Pemerintah Provinsi NTB memiliki 35 persen saham pengembangan kawasan Mandalika itu, dan 65 persen lainnya milik para pemodal.

Kendala lainnya, yakni realisasi fisik pengembangan kawasan wisata terpadu Mandalika Resort itu juga belum bisa terlaksana karena terkendala dana permulaan.

Pengembangan kawasan wisata Mandalika belum didukung Bank Dunia, sehingga BTDC masih harus mencari dana permulaan.

Dana permulaan yang dibutuhkan sekitar Rp500 miliar, antara lain untuk pembangunan jalan lingkungan dalam kawasan Mandalika Resort.

Jalan lingkungan itu dipandang penting untuk ditata lebih awal karena akan ada pembangunan sirkuit F1 dalam kawasan Mandalika Resort itu.

Selain itu, untuk penataan bahu jalan untuk pejalan kaki, jaringan listrik diluar tanggungan PLN dan saluran pembuangan air limbah (wastewater treatment).

Untuk pengembangan kawasan pariwisata mandalika seluas 1.175 hektare, dibutuhkan sedikitnya tiga lokasi "wastewater treatment". Berbeda dengan kawasan pariwisata Nusa Dua seluas 300 hektare yang hanya membutuhkan satu lokasi.

"Berbeda dengan pengembangan kawasan Nusa Dua yang didukung dana permulaan dari Bank Dunia untuk infrastruktur dasar. Saat ini kami tengah berupaya mendapatkan dana permulaan itu," ujar Alvaradar.

Dalam enam bulan kedepan, BTDC berupaya menerbitkan obligasi untuk mendapatkan dana permulaan pengembangan Mandalika Resort itu, demi terwujudkan penyiapan infrastruktur dasar agar para investor lebih mudah merealisasikan rencana investasinya.

Direncanakan pengembangan kawasan Mandalika Resort menelan dana diatas tiga miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp27 triliun.

Sebagian besar dana pengembangan kawasan Mandalika itu bersumber dari investor mitra yang digalang BUMN PT BTDC.

"Dari nilai itu diantaranya 250 juta dolar AS (sekitar Rp2,2 triliun) bersumber dari BUMN kita," kata Menteri Perekonomian Hatta Rajasa, saat melaporkan progres pengembangan kawasan Mandalika itu.

Kendati demikian, manajemen PT BTDC tetap fokus merampungkan kajian pengembangan kawasan wisata terpadu Mandalika Resort.

Kajian pengembangan kawasan pariwisata Mandalika Resort yang tengah disiapkan BTDC mencakup studi kelayakan dari aspek bisnis, lingkungan hingga kemantapan perencanaan besar (master plan).

"Meskipun belum miliki dana permulaan untuk penataan infrastruktur dasar, kami tidak diam tapi terus melangkah dan tetap fokus pada kajian pengembangan kawasan pariwisata Mandalika," kata Kepala Divisi Operasional PT BTDC Gede Suparwata.

Setelah kajian itu rampung, baru penataan infrastruktur dasar kemudian meminta investor yang telah menyatakan minatnya untuk merealisasikan rencana investasinya.

Namun, terbesit keraguan manajemen BTDC untuk dapat mengembangkan kawasan Mandalika Resort dalam waktu dekat ini, mengingat banyaknya kendala teknis yang harus dituntaskan.

Keraguan itu tidak dimunculkan secara eksplisit, namun sejarah pengembangan kawasan pariwisata Nusa Dua yang membutuhkan waktu cukup panjang, turut memberi gambaran kalau pengembangan Mandalika Resort bisa saja membutuhkan waktu belasan tahun.

Baik Alvaradar maupun Suparwata yang telah puluhan tahun berkecimpung di BTDC, mengungkapkan bahwa pendirian BTDC untuk pengembangan pariwisata Bali sejak 1973, baru bisa menata infrastruktur dasar pada 1976.

"Tahun 1984 baru ada hotel di kawasan Nusa Dua, tetapi tentu diharapkan tidak demikian di Mandalika Resort. Karena itu, kami upayakan penerbitan obligasi agar bisa mendapat dana permulaan," ujar Suparwata diamini Alvaradar.

Jika dana permulaan terus menjadi kendala, dan pola perusahaan patungan antara BTDC dengan Pemprov NTB masih jauh dari kesepakatan, maka itu bisa berarti keinginan menjadikan kawasan pariwisata Mandalika Resort sebagai kawasan pariwisata eksklusif masih jauh dari harapan.

Nota kesepahaman kerja sama (MoU) pengembangan kawasan pariwisata Mandalika yang ditandatangani di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 21 Oktober 2011, boleh jadi masih sebatas wacana.

Saat peresmian dimulainya pembangunan kawasan pariwisata Mandalika itu, manjemen PT BTDC menandatangani MoU kerja sama pemanfaatan lahan kawasan Mandalika itu, dengan enam pihak, termasuk tiga investor nasional.

Direktur Utama PT BTDC Ida Bagus Wirajaya menandatangani MoU dengan Komisaris PT Global Land Development Budi Rustanto, dengan Rahmat Gobel selaku pemilik PT Gobel Internasional dan dengan Peter Sondakh selaku pendiri, ketua, dan CEO PT Rajawali.

Manajemen MNC Group melalui PT Global Land Development akan membangun taman terpadu sebagai bagian dari rencana investasi pengembangan kawasan wisata Mandalika, berupa disneyland, taman bawah air dan taman teknik.

MNC Group itu juga akan melengkapi kawasan itu dengan serkuit Formula 1, ruang pleno untuk penyelenggaraan konser, dan pelabuhan laut untuk kapal pesiar dan pesawat laut.

Sementara Gobel Group berniat membangun fasilitas-fasilitas berteknologi ramah lingkungan seperti pengolahan air (water treatment), pengelolaan air limbah, solar system dan kegiatan ramah lingkungan lainnya.

Gobel juga akan memanfaatkan sebagian lahan di kawasan wisata Mandalika untuk pembangunan hotel dan vila, serta "hight end resort".

Sedangkan Rajawali Group melalui PT Canvas Development akan membangun dan mengembangkan hotel dan vila, serta "hight end resort" di Tanjung Ann.

Dua investor lainnya juga menandatangani MoU kerja sama pemanfaatan lahan di kawasan wisata Mandalika itu, masing-masing PT Wahanakarya Suplaindo, dan PT Yonasiondo Intra Pratama.

Wahanakarya berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan khusus yang para lulusannya akan dikirim ke luar negeri, beserta fasilitas pendukungnya.

Selain itu, Wahanakarya juga akan menggeluti usaha perhotelan untuk pelatihan siswa yang belajar di sekolah perhotelan, usaha Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN), usaha travel agency, perbankan, dan medical check up center.

Sementara Yonasindo berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan khusus yang akan dikirim ke luar negeri. Manajemen Yonasindo juga akan membangun fasilitas pendukungnya.

Tiga pihak lainnya yang ikut mengambil bagian dalam pemanfaatan kawasan wisata Mandalika dan diwujudkan dengan penandatanganan MoU yakni Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali I Nyoman Madium, Direktur Politeknik Negeri Bali I Made Mudhina, dan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT mewakili manajemen Balai Latihan Kerja (BLK) Lombok Tengah. (*)

oleh: anuar mega >>>link

0 ulasan :

Post a Comment

terima kasih karena berkunjung di halaman kami...