Saturday, January 7, 2012

Dunia yang Terlupa

Dear Dee... Di rumah besar dan mewah itu, biasanya aku dan kedua sahabatku, Fajar dan Anggun, berkumpul. Yup.. rumah besar itu adalah milik Anggun, dia adalah putri seorang pengusaha terkenal. Dulu waktu SMA, kami sering diajak menginap ke rumah kalau kedua orang tuanya pergi dalam rangka bisnis entah keluar kota atau keluar negeri.


Siang itu aku di-sms Anggun, agar aku menemuinya karena Fajar ingin bertemu, berhubung hari itu aku off mengajar jadi aku mengiyakan undangan tersebut.
Kami berkumpul di perpustakaan mini yang berada di samping kamar Anggun. Di rumah Anggun ada beberapa perpustakaan, yakni perpus mini yang merupakan bagian dari sebuah kamar dan merupakan koleksi pribadi, dan perpus utama yang diperuntukkan untuk siapa saja yang berminat membaca atau meminjamnya.

Sejak dari rumah aku telah membawa dua komik, yakni komik berjudul Good Luck yang bercerita tentang perjuangan gadis bernama Chika Ichinose menjadi pemain tenis profesional dan Lady Oscar tentang gadis kecil yang cerdas bernama Lulu. Kedua komik tersebut selain ringan bacaannya, namun tidak meninggalkan nilai moral dan semangat dalam kisahnya, dan yang pasti membuatku berhaha hihi karena lucu.

"Ai, pinjami aku donk... aku lagi butuh nich," pinta Fajar pada Anggun.

Aku tidak seberapa memperhatikan perbincangan antara dua sahabatku itu, karena asyik membaca komik. Selain itu, sepertinya pembicaraan tersebut bersifat pribadi, jadi aku malas untuk ikut-ikut.

"Emang kau butuh berapa?"

"Aku butuh sepuluh juta."
"Buat apa?"
 seperti biasa Anggun selalu menanyakan dulu kegunaan pinjaman yang diajukan seseorang kepadanya.

Fajar mengatakan bahwa uang tersebut akan dia gunakan untuk biaya pendaftaran anaknya di sebuah play group bertaraf internasional, dan dia berjanji akan mengangsur pembayarannya.
"Apa kau udah memikirkan keputusan itu baik-baik, apa kau tidak terlalu memaksakan diri untuk menyekolahkan anakmu ke sekolah itu?"
"Kalau memang gak boleh pinjam, ya gak papa, gak usah nanya-nanya seperti itu," kata Fajar kethus.
"ASTAGHFIRULLAH.." kata Anggun dengan nafas panjang.

"Aku gak bermaksud seperti itu, demi Allah.. jangan salah sangka.. Aku hanya menanyakan, bukan menjudge, karena aku tahu kemampuan suamimu. Kasihan dia karena biaya yang nanti akan kalian tanggung besar jika kau memaksakan diri menyekolahkan anakmu ke sana..." kata Anggun.

"Ya udah kalau begitu aku pulang.." kata Fajar dengan nada tinggi.

"Percuma aku ke sini jauh-jauh hanya mendapat petuah darimu."

"Da..." panggil Anggun.
Aku menutup komik Lady Oscar yang tamat di jilid 2. Aku menghampiri Fajar, meraih tangannya dan menyuruhnya duduk dan akupun meminta Anggun juga duduk. Aku sengaja melakukan ini karena Rasulullah pernah mengajarkan bagaimana cara menghilangkan emosi, bila orang tersebut berdiri maka dianjurkan duduk. Jika dalam duduk dia masih marah, maka dianjurkan untuk berbaring. Sebenarnya aku ingin agar kedua temanku berwudhu, namun sepertinya cara tersebut belum bisa kulakukan dengan kondisi seperti ini. Akupun meminta agar keduanya menceritakan masalah yang ada, walau jujur aku tahu apa yang mereka perbincangkan lagi. Ini cuma untuk mempertegas duduk permasalahan agar bisa tahu akar masalah untuk bersama-sama mencari solusi terbaik.

"Je..." panggilan akrabku untuk Fajar.
"Kenapa kau ingin menyekolahkan anakmu ke sekolah tersebut?"

Fajar mengemukakan alasannya. Karena ingin agar anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Sebenarnya aku dan Anggun tak keberatan membantu Fajar, tapi kami berdua tahu bahwa kadang sobat kami ceroboh dalam mengambil keputusan. Karena kadang dia gampang terpengaruh sekaligus jaim, tanpa terlebih dahulu mengukur batas kemampuan dirinya.
Anggun yang lagi sebel dengan Fajar, lebih memilih diam dan mendengarkan pembicaraan kami.

"Kau sudah tahu konsekuensinya ketika kau memasukkan Zahra ke sana?"

"Maksudmu?"

"Apa kau udah tahu nanti bagaimana lingkungan sekolah tersebut membentuk karakter putrimu, pergaulan di sana, biaya yang harus kau siapkan. Apa kau dan suamimu sudah siap?"

"Biaya di sekolah tersebut mahal lo, belum lagi pergaulan di sana benar-benar menguras dompet. Aku tak menakut-nakutimu tapi itu kenyataannya, karena beberapa muridku juga bersekolah di sana." Akupun menceritakan secara detail apa yang kuketahui...

"Je.. seandainya kau paksakan Zahra sekolah di sana, aku takut hasilnya kurang optimal. Sory, sekarang aku berkata bukan sebagai temanmu tapi sebagai pendidik."

"Apa maksudnya? Aku gak paham."
"Je.. jarak rumah dan sekoah yang kau inginkan itu jauh, bisa satu jam perjalanan, belum kalau macet. Kasihan nanti Zahra capek. Jika dia capek daya konsentrasi belajarnya menjadi kurang optimal, belum lagi anak sekecil Zahra konsentrasi belajarnya gak sampai 30 menit. Coba deh kau pikirkan ulang, daripada menyesal."

Fajar terdiam dengan penjelasanku, "Trus saranmu seperti apa?"
"Saranku, kenapa tidak kau masukkan putrimu di Play Group dekat rumahmu, kalau gak salah namanya Pelita Bunda, aku udah survei dan mengenal tenaga pengajarnya ternyata mereka orang yang berkompeten di bidangnya, selain itu nilai-nilai agama di sana kental."
Akupun menyerahkan sebuah brosur sekolah tersebut pada Fajar. Fajar membaca brosur tersebut dengan seksama.
"Da.. sebagai seorang guru, apa nasehatmu buat aku sebagai wali murid?"

"Sebenarnya banyak hal yang sering dilupakan oleh wali murid, ketika mereka menyekolahkan putra-putrinya."

"Mereka seringkali lebih memilih sekolah elit agar putra-putrinya mendapat pendidikan yang terbaik. Hal itu memang bukan hal yang salah, namun yang perlu diketahui adalah sekolah bukanlah ajang untuk mendapatkan nilai baik, namun hakekat ilmu yang didapat di sekolah bisa mengantarkan tiap anak didiknya bisa menjadi pribadi mandiri yang tak hanya bisa mengikuti tuntutan zaman, tapi juga bermanfaat bagi kehidupan."

"Di manapun sekolahnya, bila pola pengajarannya tepat insya Allah hasilnya juga luar biasa. Gak harus sekolah mahal, dan yang terpenting adalah dukungan moral orang tua atas keberhasilan anaknya, karena sekarang sedikit sekali orang tua yang bisa menghargai perubahan pada anaknya. Itu sebabnya sekarang banyak anak yang seenaknya dan kurang bertanggung jawab, bukan hanya karena lingkungan luar, tapi kadang karena mereka merasa diabaikan. Sekecil apapun dukungan keluarga akan berdampak besar. Banyak contohnya, perjuangan Rasulullah, Thomas Alva Edison, mereka adalah orang yang tidak bersekolah di sekolah formal namun kiprahnya bisa mempengaruhi dunia."

"Banyak orang mengatakan bahwa ilmu itu mahal untuk mendapatkannya, itu hanya pandangan orang-orang kapitalis yang berorientasi dengan uang. Ilmu ada di mana-mana selama otak kita mau berfikir, dan hati kita terbuka. Di sanalah ilmu akan bersemayam, bahkan dalam sobekan koran pembungkus gorengan bisa kita peroleh ilmu dan keberhasilan. Tinggal kita sendiri mau atau gak tuk berubah."

"Sebenarnya Allah telah memberikan dunia pada diri kita, namun acapkali kita melupakan dunia tersebut."

"Apakah itu?

"Dunia itu adalah kedua tangan kita, di mana di telapaknya tertulis angka 18 dan 81 jika di jumlah 99 itu adalah simbol keajaiban Allah. Semua tergantung pada diri kita, kita memanfaatkannya dengan baik atau menyia-nyiakannya."

"Dunia itu adalah kemudahan yang Allah beritakan dalam Qur'an. "Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [Al-Baqarah: 185]

"Je .. aku yakin kau bisa menentukan pilihan terbaik buat putrimu, tanpa menyusahkan dirimu sendiri, "Buat dan jadikan sesuatu itu mudah, jangan dipersulit," kataku.
Anggun tersenyum dengan penjelasanku.

Fajar mendekati Anggun dan meminta maaf atas ucapannya yang kasar, Anggunpun memakluminya.
"Assalamu'alaikum. Tiba-tiba hape Fajar berbunyi, sebuah sms masuk, dan berisi kalo ada transferan uang sejumlah 10 juta.

Fajar menatap Anggun. Sewaktu aku memberikan penjelasan ke Fajar, diam-diam Anggun mentransfer uang ke Fajar.
Fajar speechless. "Gunakan uang itu baik-baik dan gak usah kau cicil anggap saja itu hadiah untuk Zahra," kata Anggun.
Fajar terharu, dipeluknya Anggun sambil berkata, "Jazakillah khairan katsiro..."

"Btw, kalo ingin membayar, aku rindu nasi goreng buatanmu," pinta Anggun.
Fajar memang terkenal pandai memasak, bahkan Rangga jatuh cinta karena kepincut sama masakannya.
Kami bertiga bersama-sama menuju kitchen, untuk masak bersama-sama.
Semoga Bermanfaat...
Amatullah Mufidah

0 ulasan :

Post a Comment

terima kasih karena berkunjung di halaman kami...