Monday, July 9, 2012

Badai Epik

"Beberapa hal terbaik dipelajari dalam keadaan tenang," tulis Willa Cather, penulis Great Plains, "dan beberapa lainnya di tengah badai."  
Oleh Jeremy Berlin Foto oleh Mitch Dobrowner

Dia tidak sedang membicarakan cuaca setempat, walaupun ungkapan itu tepat untuk diterapkan di sini.
 Dari bulan Maret hingga Oktober, dataran ini dilanda ribuan badai besar.

Ketika udara kering dari Pegunungan Rocky menggusur udara lembap dari Teluk Meksiko, panggung badai pun terbentuk. Ledakannya bisa menyemburkan hujan air dan es, geledek dan petir, angin dan puting beliung. Keadaan ini dapat merenggut nyawa manusia dan binatang, merusak panenan dan harta benda, mendatangkan banjir di kota-kota. (The National Weather Service melaporkan angka kematian akibat badai setiap tahun. Pada 2011, menurut industri asuransi, badai di AS menyebabkan kerugian Rp 247 triliun.) Kendati begitu, badai juga menguntungkan karena mendatangkan hujan di ladang-ladang meranggas dan menggerakkan turbin, sedangkan petir dapat menghasilkan nitrogen untuk menyuburkan tanah.

Mitch Dobrowner, fotografer lanskap, bekerja sama dengan pemburu badai ternama Roger Hill. Selama tiga tahun terakhir, mereka dibantu data dari satelit pemantau cuaca, pencitraan radar. Keduanya membuntuti sekitar 45 sistem cuaca di 16 negara bagian dengan cakupan 65.000 kilometer, dan kadang mengemudi sejauh 1.500 kilometer sehari. “Memotret badai,” ujar Dobrowner, “bak memotret pertandingan olah raga. Segalanya terjadi begitu cepat sehingga daya adaptasi saya benar-benar diuji.”

Karya Dobrowner berupa foto-foto hitam putih—“Warna sepertinya terlalu biasa,” kata­nya—dia terutama memburu badai-badai terdahsyat, terlangka, dan supercell—badai petir yang berputar. Badai klasik, menurut Hill, “adalah mesin pembuat tornado terbanyak dan terdahsyat yang pernah ada.” Empat unsur penghasil badai semacam itu: kelembapan, instabilitas atmosfer, sesuatu untuk mengangkat udara, dan angin vertikal untuk memutar badai. Dorongan berputar ke atas yang kuat bakal memicu supercell bergerak melawan arah angin, menyerap atau menghancurkan badai lain.

Dobrowner dan Hill memandang supercell sebagai makhluk hidup: berganti bentuk dan rupa, berjuang untuk bertahan hidup, dan akhir­nya mati. Namun, memanusiakan supercell tidak mengurangi kadar bahayanya. Di wilayah Barat yang liar, ujar Hill, badai menuntut kekaguman dan penghormatan. “Saya merasa terhormat bisa memotretnya,” kata Dobrowner. “Kalau saya harus mati, saya ingin mati dengan cara ini.”

0 ulasan :

Post a Comment

terima kasih karena berkunjung di halaman kami...