Pers Indonesia dinilai belum demokratis, meskipun demokrasi di Indonesia sudah berlangsung 13 tahun . Pers dinilai masih berada pada gengamam pemilik modal, setelah sebelumnya dicengkeram oleh penguasa.
Namun kekuatan masyarakat juga tidak bisa dibendung dengan munculnya jurnalisme warga dan media sosial, yang memberikan informasi berbeda dengan media massa.
Hal ini mengemuka dalam Diskusi Kapitalisme Media Pascareformasi di Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Kamis (8/12/2011).
Staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Amir Purba, mengatakan kadangkala posisi pers bahkan tampak lebih dominan dibandingkan dengan tiga pilar negara yang lain yakni legislatif, yudikatif, dan eksekutif dengan mengatasnamakan kepentingan publik.
Padahal cukup jelas bahwa pers sekarang ini lebih mengutamakan kepentingan para pemiliknya, daripada kepentingan negara maupun publik, tutur
Amir mengatakan, tidak adanya campur tangan negara dalam kehidupan pers memunculkan gejala menguatnya pengaruh pengusaha terhadap kehidupan pers. Situasi ini memberi ruang yang longgar bagi pemilik perusahaan untuk menentukan warna pers.
Kuatnya pengaruh pemilik membuat ruang publik yang semestinya disediakan oleh pers yang demokratis semakin sempit, apalagi isi pers kemudian lebih berorientasi pada rating dibandingkan dengan kepentingan publik.
Pergeseran kepemilikan media yang terjadi di Indonesia, yang cenderung menjadi konglomerasi juga mempunyai dampak negatif yakni memicu komersialisasi, keseragaman konten, penurunan fungsi jurnalistik terutama terkait dengan kepentingan pemilik, dan penurunan kualitas isi media.
"Pada siaran televisi, misalnya, masyarakat diposisikan sebagai obyek iklan. Fungsi televisi untuk menyajikan tayangan berkualitas menjadi tidak bermakna. Penonton justru dirangsang dengan siaran yang sesuai dengan selera mereka," tutur Amir.
Amir mengatakan, sudah saatnya media berpihak kepada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, potensi publik perlu dikembangkan supaya publik punya kesadaran berinteraksi dengan media atau melek media.
Direktur Eksekutif Kajian Informasi, Pendidikan, dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS), J Anto, menambahkan, dia sepakat bahwa kapitalisme media bisa dilawan dengan melek media.
"Namun setelah melek media dan masyarakat kristis , apakah media akan berubah? Media tetap akan menggunakan logika kapitalisme untuk bertahan," katanya.
Anto mengusulkan agar gerakan yang dibangun adalah gerakan konsumen media. Konsumen mempunyai posisi tawar dengan memboikot sponsor sebuah tayangan jika tayangan yang dimaksud tidak mendidik.
Kapitalisme media juga tidak perlu dirisaukan sebab saat ini juga muncul jurnalisme warga, media sosial serta jejaring sosial yang merupakan kekuatan warga untuk melawan kepentingan kekuasaan dan kapital.
Dalam diskusi juga muncul usulan, agar TVRI dan radio komunitas menjadi media publik yang bisa melawan kapitalisme media. TVRI bisa menjadi TV alternatif, di tengah maraknya kapitalisme media
tulisan dari: http://regional.kompas.com/read/2011/12/09/0003245/Pers.Indonesia.Belum.Demokratis.
Namun kekuatan masyarakat juga tidak bisa dibendung dengan munculnya jurnalisme warga dan media sosial, yang memberikan informasi berbeda dengan media massa.
Hal ini mengemuka dalam Diskusi Kapitalisme Media Pascareformasi di Indonesia di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Kamis (8/12/2011).
Staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Amir Purba, mengatakan kadangkala posisi pers bahkan tampak lebih dominan dibandingkan dengan tiga pilar negara yang lain yakni legislatif, yudikatif, dan eksekutif dengan mengatasnamakan kepentingan publik.
Padahal cukup jelas bahwa pers sekarang ini lebih mengutamakan kepentingan para pemiliknya, daripada kepentingan negara maupun publik, tutur
Amir mengatakan, tidak adanya campur tangan negara dalam kehidupan pers memunculkan gejala menguatnya pengaruh pengusaha terhadap kehidupan pers. Situasi ini memberi ruang yang longgar bagi pemilik perusahaan untuk menentukan warna pers.
Kuatnya pengaruh pemilik membuat ruang publik yang semestinya disediakan oleh pers yang demokratis semakin sempit, apalagi isi pers kemudian lebih berorientasi pada rating dibandingkan dengan kepentingan publik.
Pergeseran kepemilikan media yang terjadi di Indonesia, yang cenderung menjadi konglomerasi juga mempunyai dampak negatif yakni memicu komersialisasi, keseragaman konten, penurunan fungsi jurnalistik terutama terkait dengan kepentingan pemilik, dan penurunan kualitas isi media.
"Pada siaran televisi, misalnya, masyarakat diposisikan sebagai obyek iklan. Fungsi televisi untuk menyajikan tayangan berkualitas menjadi tidak bermakna. Penonton justru dirangsang dengan siaran yang sesuai dengan selera mereka," tutur Amir.
Amir mengatakan, sudah saatnya media berpihak kepada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, potensi publik perlu dikembangkan supaya publik punya kesadaran berinteraksi dengan media atau melek media.
Direktur Eksekutif Kajian Informasi, Pendidikan, dan Penerbitan Sumatera (KIPPAS), J Anto, menambahkan, dia sepakat bahwa kapitalisme media bisa dilawan dengan melek media.
"Namun setelah melek media dan masyarakat kristis , apakah media akan berubah? Media tetap akan menggunakan logika kapitalisme untuk bertahan," katanya.
Anto mengusulkan agar gerakan yang dibangun adalah gerakan konsumen media. Konsumen mempunyai posisi tawar dengan memboikot sponsor sebuah tayangan jika tayangan yang dimaksud tidak mendidik.
Kapitalisme media juga tidak perlu dirisaukan sebab saat ini juga muncul jurnalisme warga, media sosial serta jejaring sosial yang merupakan kekuatan warga untuk melawan kepentingan kekuasaan dan kapital.
Dalam diskusi juga muncul usulan, agar TVRI dan radio komunitas menjadi media publik yang bisa melawan kapitalisme media. TVRI bisa menjadi TV alternatif, di tengah maraknya kapitalisme media
tulisan dari: http://regional.kompas.com/read/2011/12/09/0003245/Pers.Indonesia.Belum.Demokratis.
0 ulasan :
Post a Comment
terima kasih karena berkunjung di halaman kami...