Mataram, 29/12 (ANTARA) - Komisi V DPR yang berkunjung ke Provinsi Nusa Tenggara Barat, menemukan indikasi kebobrokan proyek pembangunan Bandara Internasional Lombok, yang berlokasi di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, yang mulai dioperasikan sejak 1 Oktober 2011.
"Dari kemarin kami sangat kecewa melihat kondisi Bandara Internasional Lombok itu, atap bocor dimana-mana, kualitas konstruksinya yang menelan dana hampir satu triliun rupiah itu dipertanyakan," kata Wakil Ketua Komisi V DPR H Mulyadi, usai pertemuan koordinasi dengan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi beserta jajarannya, di Mataram, Kamis.
Politisi dari Partai Demokrat itu menyayangkan kinerja buruk PT Angkasa Pura I beserta mitra kerjanya yang dianggap tidak mampu membangun bandara berskala internasional di Pulau Lombok.
Padahal bandara Lombok itu dihajatkan untuk mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTB, yang telah menjadi program nasional.
"Kami pertanyakan kinerja Angkasa Pura I, kalau ada masalah dengan kontraktornya maka harus ada pertanggungjawabannya. Jelas, ada kerugian dalam proyek bandara internasional itu, karena atap bocor di banyak lokasi," ujarnya.
Anggota Komisi V DPR Josep Naisoi, juga mengemukakan temuan kebobrokan dalam proyek pembangunan Bandara Internasional Lombok itu.
"Bandara standar internasional, tetapi bocornya dimana-mana, KKOP bandara itu juga tidak sesuai. Sepulangnya dari masa reses ini, kami akan panggil pimpinan Angkasa Pura I untuk mempertanggungjawabkan hal itu," ujarnya.
Disinyalir infrastruktur di terminal bandara kurang berkualitas seperti atap bangunan tertentu yang mudah bocor hingga air hujan menggenangi lantai dalam kawasan terminal penumpang.
Air hujan juga sempat menggenangi area di pintu kedatangan terminal penumpang karena ada bagian tertentu di atap terminal yang bocor.
Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, yang dihubungi terpisah juga mengaku kecewa terhadap kinerja PT Angkasa Pura I, dan sudah meminta penjelasan manajemen Angkasa Pura I.
Zainul juga mengaku telah menyurati Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyikapi konerja buruk PT Angkasa Pura I itu.
"Kalau tidak cukup kami bicara dengan Angkasa Pura I, maka kami surati Menteri BUMN, kami intervensi agar ada penanganan cepat. Nilai bandara itu hampir satu triliun rupiah tetapi kualitas bandara itu tidak sesuai, bocornya masih banyak, dan penanganan secara umum seperti kebersihan, ketertiban dan lainnya masih jauh dari harapan," ujarnya.
Bandara Internasional Lombok itu berada pada areal seluas 551 hektare, dan memiliki landasan pacu 2.750 meter x 40 meter persegi, sehingga mampu didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 767 dan dapat menampung 10 unit pesawat.
Berbeda dengan Bandara Selaparang, Mataram yang luas arealnya hanya 28.881 meter persegi. Terminal penumpang BIL seluas 21 ribu meter persegi, atau empat kali lebih luas terminal Bandara Selaparang yang hanya 4.796 meter persegi.
Kapasitas tampung terminal penumpang BIL dapat mencapai tiga juta setahun, dengan luas areal parkir 17.500 meter persegi. Berbeda dengan Bandara Selaparang yang hanya 7.334 meter persegi, dengan kepasitas tampung 800 ribu penumpang setiap tahun.
Nilai megaproyek BIL itu mencapai Rp945,8 miliar, terdiri atas Rp795,8 miliar tanggungan Angkasa Pura I, dana sebesar Rp110 miliar tanggungan Pemprov NTB dan Rp40 miliar dibebankan pada Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. (*)
"Dari kemarin kami sangat kecewa melihat kondisi Bandara Internasional Lombok itu, atap bocor dimana-mana, kualitas konstruksinya yang menelan dana hampir satu triliun rupiah itu dipertanyakan," kata Wakil Ketua Komisi V DPR H Mulyadi, usai pertemuan koordinasi dengan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi beserta jajarannya, di Mataram, Kamis.
Politisi dari Partai Demokrat itu menyayangkan kinerja buruk PT Angkasa Pura I beserta mitra kerjanya yang dianggap tidak mampu membangun bandara berskala internasional di Pulau Lombok.
Padahal bandara Lombok itu dihajatkan untuk mendorong peningkatan kunjungan wisatawan ke Provinsi NTB, yang telah menjadi program nasional.
"Kami pertanyakan kinerja Angkasa Pura I, kalau ada masalah dengan kontraktornya maka harus ada pertanggungjawabannya. Jelas, ada kerugian dalam proyek bandara internasional itu, karena atap bocor di banyak lokasi," ujarnya.
Anggota Komisi V DPR Josep Naisoi, juga mengemukakan temuan kebobrokan dalam proyek pembangunan Bandara Internasional Lombok itu.
"Bandara standar internasional, tetapi bocornya dimana-mana, KKOP bandara itu juga tidak sesuai. Sepulangnya dari masa reses ini, kami akan panggil pimpinan Angkasa Pura I untuk mempertanggungjawabkan hal itu," ujarnya.
Disinyalir infrastruktur di terminal bandara kurang berkualitas seperti atap bangunan tertentu yang mudah bocor hingga air hujan menggenangi lantai dalam kawasan terminal penumpang.
Air hujan juga sempat menggenangi area di pintu kedatangan terminal penumpang karena ada bagian tertentu di atap terminal yang bocor.
Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, yang dihubungi terpisah juga mengaku kecewa terhadap kinerja PT Angkasa Pura I, dan sudah meminta penjelasan manajemen Angkasa Pura I.
Zainul juga mengaku telah menyurati Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyikapi konerja buruk PT Angkasa Pura I itu.
"Kalau tidak cukup kami bicara dengan Angkasa Pura I, maka kami surati Menteri BUMN, kami intervensi agar ada penanganan cepat. Nilai bandara itu hampir satu triliun rupiah tetapi kualitas bandara itu tidak sesuai, bocornya masih banyak, dan penanganan secara umum seperti kebersihan, ketertiban dan lainnya masih jauh dari harapan," ujarnya.
Bandara Internasional Lombok itu berada pada areal seluas 551 hektare, dan memiliki landasan pacu 2.750 meter x 40 meter persegi, sehingga mampu didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 767 dan dapat menampung 10 unit pesawat.
Berbeda dengan Bandara Selaparang, Mataram yang luas arealnya hanya 28.881 meter persegi. Terminal penumpang BIL seluas 21 ribu meter persegi, atau empat kali lebih luas terminal Bandara Selaparang yang hanya 4.796 meter persegi.
Kapasitas tampung terminal penumpang BIL dapat mencapai tiga juta setahun, dengan luas areal parkir 17.500 meter persegi. Berbeda dengan Bandara Selaparang yang hanya 7.334 meter persegi, dengan kepasitas tampung 800 ribu penumpang setiap tahun.
Nilai megaproyek BIL itu mencapai Rp945,8 miliar, terdiri atas Rp795,8 miliar tanggungan Angkasa Pura I, dana sebesar Rp110 miliar tanggungan Pemprov NTB dan Rp40 miliar dibebankan pada Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. (*)
0 ulasan :
Post a Comment
terima kasih karena berkunjung di halaman kami...