JAKARTA- Pemerintah Australia menyadap sejumlah telefon milik pejabat Indonesia, termasuk menyadap telefon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono. Bagaimana cara Pemerintah Australia menyadap telefon tersebut?
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Tantowi Yahya menduga alat intersepsi (penyadapan) oleh Pemerintah Australia masuk ke Indonesia berbarengan dengan bantuan peralatan komunikasi yang datang dari Australia ke Indonesia di masa lalu.
"Pada 2001, Polri, Densus 88 menerima bantuan dari Australia berupa alat intersepsi. Patut diduga masuknya penyadapan itu dari peralatan yang diterima polisi itu," ujar Tantowi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Jadi, kata Tantowi, peralatan tersebut kemungkinan sudah dibuat terkoneksi dengan sistem di Australia. “Patut diduga salah satu sumber kebocoran dari situ," ujarnya.
Lebih lanjut Tantowi mengatakan, Fraksi Golkar akan bertindak tegas menyikapi persoalan penyadapan tersebut. "Maka saya bersama (Kelompok Fraksi) Golkar mengharapkan pada polisi, khususnya Densus, untuk menghentikan penggunakan dari alat intersepsi," kata dia.
Menurutnya, Indonesia perlu menarik Duta Besar RI di Australia. Hal itu dinilai sudah cukup tegas. Pasalnya, Pemerintah Australia juga enggan meminta maaf atas kabar penyadapan ini.
"Sikap tegas sudah jelas, kita menarik Kedubes Indonesia di Australia. Kita mengharapkan bahwa penarikan itu tidak hanya sekadar untuk konsultasi, namun penarikan secara permanen sampai dengan ada klarifikasi dan permohonan maaf dari Pemerintah Australia," ujarnya.
Tantowi menuturkan, Pemerintah Australia telah menunjukkan sikap yang tidak bersahabat. "Apalagi, tiba-tiba ada statement dari otoritas tertinggi Australia yang sangat tidak bersahabat. Menurut saya, ini mengganggu nilai-nilai yang sudah terbina selama ini. Mengganggu rasa percaya Indonesia kepada Australia," kata Juru Bicara Partai Golkar ini.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Tantowi Yahya menduga alat intersepsi (penyadapan) oleh Pemerintah Australia masuk ke Indonesia berbarengan dengan bantuan peralatan komunikasi yang datang dari Australia ke Indonesia di masa lalu.
"Pada 2001, Polri, Densus 88 menerima bantuan dari Australia berupa alat intersepsi. Patut diduga masuknya penyadapan itu dari peralatan yang diterima polisi itu," ujar Tantowi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Jadi, kata Tantowi, peralatan tersebut kemungkinan sudah dibuat terkoneksi dengan sistem di Australia. “Patut diduga salah satu sumber kebocoran dari situ," ujarnya.
Lebih lanjut Tantowi mengatakan, Fraksi Golkar akan bertindak tegas menyikapi persoalan penyadapan tersebut. "Maka saya bersama (Kelompok Fraksi) Golkar mengharapkan pada polisi, khususnya Densus, untuk menghentikan penggunakan dari alat intersepsi," kata dia.
Menurutnya, Indonesia perlu menarik Duta Besar RI di Australia. Hal itu dinilai sudah cukup tegas. Pasalnya, Pemerintah Australia juga enggan meminta maaf atas kabar penyadapan ini.
"Sikap tegas sudah jelas, kita menarik Kedubes Indonesia di Australia. Kita mengharapkan bahwa penarikan itu tidak hanya sekadar untuk konsultasi, namun penarikan secara permanen sampai dengan ada klarifikasi dan permohonan maaf dari Pemerintah Australia," ujarnya.
Tantowi menuturkan, Pemerintah Australia telah menunjukkan sikap yang tidak bersahabat. "Apalagi, tiba-tiba ada statement dari otoritas tertinggi Australia yang sangat tidak bersahabat. Menurut saya, ini mengganggu nilai-nilai yang sudah terbina selama ini. Mengganggu rasa percaya Indonesia kepada Australia," kata Juru Bicara Partai Golkar ini.
0 ulasan :
Post a Comment
terima kasih karena berkunjung di halaman kami...