Suasana
kelas mendadak riuh. Puluhan anak SDN Pondok Cina IV beradu cepat
mengacungkan tangan. Setelah dipersilakan, mereka pun bergantian
menanggapi cerita dongeng yang baru saja mereka dengarkan. Tetapi
bukannya mereda, keriuhan justru kian berlanjut. Penyebabnya: satu anak
bertanya, belasan yang lain menimpali.
Tetapi tak mengapa. Bagi FLAC, respons anak-anak seperti itu justru positif. Antusiasme tersebut menjadi bukti, bahwa metode pembelajaran antikorupsi yang dilakukan FLAC, memang menyenangkan. Selain mendongeng, terkadang FLAC juga memberikan materi antikorupsi melalui yel-yel, menyanyi, dan bermain.
Hasilnya, seperti yang tergambar tadi. Binar mata anak-anak tergambar, hingga pembelajaran berakhir. Seperti diungkapkan Jiwo Damar Anarkie Presiden FLAC Indonesia, metode pembelajaran yang menyenangkan merupakan modal utama untuk menarik minat anak-anak mengikuti program. Dengan metode yang tidak membosankan, anak-anak diharapkan bisa cepat menyerap pesan yang ingin disampaikan.
“Kami berkomitmen untuk menanamkan semangat antikorupsi dengan hal-hal yang menyenangkan,” ujarnya. Pendekatan model ini sengaja diterapkan untuk menumbuhkan nilai-nilai antikorupsi kepada anak-anak usia sekolah dasar. Dan anak-anak, lanjut Jiwo, memang menjadi target program FLAC. Alasannya sederhana, “Karena menanamkan karakter antikorupsi sejak usia dini, merupakan langkah strategis untuk menumpas korupsi di negeri ini,” katanya.
Pembentukan karakter dengan penanaman nilai-nilai anti-korupsi yang dilakukan sejak usia dini menjadi pilihan tepat karena pada usia inilah mereka dalam fase pertumbuhan diri dan pembentukan pemikiran yang akan dibawa sampai dewasa. Berangkat dari pemikiran inilah, FLAC menggagas program Laskar Antikorupsi. Program ini berbentuk pendidikan antikorupsi yang ditujukan untuk anak-anak usia sekolah dasar dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi yang dimulai dari nilai-nilai keseharian seperti kejujuran, kemandirian, kepedulian, kesederhanaan, tanggung jawab, dan lain sebagainya.
Program ini berjalan di empat sekolah dasar di Jakarta dan Depok, yaitu SDN Pondok Cina I, SDN Pondok Cina IV, SDN Srengseng Sawah 15, dan SDN Srengseng Sawah 14. Program dilaksanakan selama tiga bulan berturut-turut, mulai Maret 2012. “Program puncaknya adalah Festival Anak Anti Korupsi se-Indonesia yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Anak Nasional,”ungkapnya.
Dalam menjalankan program tersebut, anggota FLAC bergiliran menyambangi sekolah setiap Sabtu. Kegiatan diawali dengan yel-yel Laskar Antikorupsi yang ‘meminjam’ nada lagu Rasa Sayange. Alunan ritme yang mengentak sengaja dipilih untuk membuat peserta bersemangat dan siap untuk mendengarkan dongeng.
FLAC Indonesia tidak sendirian menjalankan program ini. Sejak pertama dideklarasikan pada 31 Juli 2011 ini terus mengembangkan jaringannya. Hingga kini, FLAC telah bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti KPK, Komunitas Dongeng Anak Indonesia (KODAI ), dan pengajar di Gerakan UI Mengajar. Hal ini dilakukan agar program Laskar Anti Korupsi bisa dikembangkan tidak hanya di Jakarta dan Depok, melainkan untuk daerah-daerah lain di Indonesia. “Tujuan kita bukan ingin membesarkan FLAC melainkan ingin menyebarkan aspirasi antikorupsi ke seluruh Indonesia,” tandas Jiwo.
Gaya Anak Muda Melihat sepak terjang FLAC yang begitu komit dalam pemberantasan korupsi, layak jika masyarakat bertanya, apa dan siapa gerangan lembaga tersebut. Menurut Fikri Aulia, Kadiv. Humas FLAC Indonesia, FLAC adalah sebuah gerakan sosial, yang lahir dengan mengusung semangat untuk tidak korupsi dan siap memerangi korupsi.
Hingga saat ini, lanjut Fikri, jaringan FLAC sudah tersebar di lima regional yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Menurutnya, FLAC hadir untuk mewadahi para pemuda di seluruh Indonesia untuk turut ambil bagian demi mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan bermartabat melalui gerakan pencegahan korupsi. FLAC Indonesia bukan sekadar ingin menjadi mercusuar. Sebaliknya, melalui gerakan yang membumi, FLAC Indonesia berkomitmen mencegah korupsi dengan menciptakan kader-kader antikorupsi yang tangguh dan berintegritas, melalui pendidikan.
“FLAC lahir dengan mengusung misi membuat gerakan antikorupsi secara nasional melalui ide-ide segar khas anak muda,” ujarnya. Namun memang tak mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan misi tersebut. Salah satunya, mengenai pendanaan. Sebagai organisasi independen, lanjutnya, FLAC harus selektif menerima pendanaan dari donatur.
Bahkan bukan hanya selektif, namun mereka juga dituntut transparan terkait jumlah dan latar belakang donatur. Pemberian donatur memang salah satu sumber pemasukan FLAC. Lainnya, uang saweran anggota. “Awal kita menggagas kegiatan dengan modal sendiri. Setiap anggota menyumbang uang Rp10 ribu. Selain untuk alat-alat peraga, uang tersebut juga digunakan untuk menyediakan konsumsi bagi anak-anak yang mengikuti kegiatan,” ungkapnya.
Tetapi itu dulu. Kini, pihaknya boleh berlega hati. Kegiatan mereka mendatangkan simpati dari donatur. Sehingga, organisasi yang memiliki 30 orang anggota inti ini lebih leluasa menjalankan program-programnya. Sebagai organisasi anak muda, FLAC memang dikelola dengan menggunakan manajemen anak muda. Tak heran, banyak istilan dan cara unik yang mereka lakukan dalam kegiatannya. Misalnya, untuk kampanye dan konsolidasi anggota. FLAC biasa menggelar acara yang mereka sebut “ngedanus”.
Bagi orang awam, kata “ngedanus”memang terdengar aneh. Namun begitulah mereka menamai kegiatan yang artinya “mencari dana usaha” tersebut. Pada acara yang dilaksanakan setiap malam Minggu itu, anggota FLAC berkumpul untuk mengamen di sepanjang jalan Margonda, Depok. Uniknya, lagu-lagu yang dinyanyikan adalah lagu anak-anak dan lagu antikorupsi yang mereka ciptakan sendiri.
Tak lupa, mereka pun menyebarkan brosur-brosur antikorupsi saat mengamen. “Kegiatan tersebut bukan hanya bertujuan untuk mencari uang melainkan juga cara kita berkonsolidasi dengan anggota,” ujar Fikri.
0 ulasan :
Post a Comment
terima kasih karena berkunjung di halaman kami...