Wednesday, September 21, 2011

tardiri nyongkolan antara budaya unik masyarakat lombok


 Tradisi pernikahan masyarakat Desa Bentek terbilang unik dibanding kebiasaan perkawinan masyarakat di tempat lain di Kecamatan Gangga. Pasalnya, setelah beberapa proses dilalui, maka prosesi pernikahan digelar.

Keunikan terlihat saat peroses pernikahan yaitu, prosesi pernikahan dilakukan di atas berugak dan di kelilingi oleh kerumunan warga. Saat proses ijab kabul berlangsung, ketika pengantin laki membuat kesalahan, maka seketika itu warga akan ramai dengan teriakan soraknya, “tidak sah,” sorak para warga.

Tak heran jika prosesi ijab kabul ini sering diulang sampai tiga kali bahkan lebih. terkadang walaupun dalam pengucapan ijab kabul tidak terdapat satupun kesalahan, warga yang menonton pun masih tetap bersorak. Sehingga pernikahan yang sebenarnya sudah sah harus diulang kembali sampai semua warga berteriak mengucapkan kata “sah”.  Inilah salah satu keunikan prosesi pernikahan suku Sasak, khususnya di Kecamatan Gangga.

Setelah prosesi ijab kabul dilaksanakan, selang beberapa hari proses Nyongkolang digelar. Dalam perayaan ini pengantin wanita akan dibawa pulang ke rumah orang tuanya untuk pertama kali sejak prosesi penculikan dari rumahnya. Sebelumnya, dengan berpasangan dan diiringi oleh pengiring dan musik tardisional, pengantin pria dan wanita diarak dengan cara berjalan kaki menuju rumah pengantin wanita.

Prosesi Nyongkolan ini, untuk memberitakan kepada masyarakat bahwa pasangan pengantin telah melakukan sebuah prosesi pernikahan yang sah secara hukum agama ataupun hukum adat yang ada di masyarakat suku Sasak.

Begitu pula budaya yang dilakoni masyarakat San Baro Bentek. Misalnya, pada pernikahan Mustakim (San Baro) dan Nurul Hidayah (Bayan), pada Selasa (20/9/2011).  Dalam proses Nyongkolan mereka, kedua mempelai diiringi oleh musik tradisional asli setempat yaitu Gendang Beleq dan Kecimol. Pada saat musik ditabuh (dimainkan) langkah demi langkah dijalankan menuju rumah pengantin perempuan dengan ayunan barisan yang rapi biasanya tiga berbanjar.

Tidak jarang pada saat musik ditabuh sebagian pengiring berjoged ria dengan rasa kegembiraan yang tinggi disela-sela perjalanan. Setelah sampai  tujuan rombongan pengiring disambut dengan beragam macam jamuan tradisional oleh masyarakat Bayan.

Sesampai di rumah pengantin wanita, ia pun menangis histeris di kaki orang tuanya. Tangisan pengantin wanita ini disebabkan karena akan berpisah meninggalkan rumah orang tuanya. Setelah beberapa saat iringan pengantin pun kembali meninggalkan rumah pengantin wanita. (DJ)
mataramnews.

0 ulasan :

Post a Comment

terima kasih karena berkunjung di halaman kami...