Friday, June 17, 2011

MENJAGA KEMILAU MUTIARA LOMBOK

"Silakan pilih, yang kecil manis, yang sedang cantik, atau yang besar indah," kata seorang penjaga toko perhiasan di sentra perhiasan emas dan mutiara di Kampung Sekarbela, Mataram, Nusa Tenggara Barat, ketika menjajakan dagangannya kepada  pengunjung.



;      Manis, cantik, dan indah barangkali memang pilihan kosa kata yang pas, karena mutiara-mutiara yang  ditawarkan di sentra perhiasan itu memang berkualitas baik, bulat, tidak cacat dan berkilau.

           Sekarbela merupakan salah satu kampung di Kota Mataram (ibu kota NTB)  seluas  10,32 kilometer persegi. Kampung yang berpenduduk sekitar 40 ribu jiwa ini, separuh lebih penduduknya membuka usaha kerajinan  emas dan mutiara.
      Untuk menjangkau sentra perhiasan emas dan mutiara mutiara ini tidak sulit. Jarak antara Bandara Selaparang ke Sekarbela sekitar tiga kilometer, atau sekitar 10 menit perjalanan dengan mobil. Jalan utama yang membelah Kampung Sekarbela sepanjang 500 meter, di kanan kirinya berjajar toko perhiasan emas dan mutiara.

           Etalase perhiasan emas dan mutiara terlihat jelas saat menyusuri jalan di Sekarbela. Berbagai model dan jenis perhiasan emas serta mutiara ditawarkan. Karena itu, bagi pengunjung yang berminat, banyak sekali pilihan, baik pilihan sesuai selera maupun pilihan sesuai kemampuan keuangan.

            Meski perhiasan berbahan emas yang dominan, namun di sentra kerajinan ini juga menawarkan perhiasan berbahan monel dan perak yang harganya lebih murah. Sedangkan mutiara yang ditawarkan tidak hanya jenis mutiara berkelas, tapi juga ada yang berkualitas sedang dan dibawahnya.

           Harga emas di sentra Sekarbela seperti halnya harga di pasaran pada umumnya, tergantung model dan beratnya. Sedangkan harga mutiara juga sangat tergantung jenis, ukuran, kilau dan tingkat kecacatan mutiara dimaksud.
      Jenis-jenis mutiara yang ditawarkan di sentra kerajinan Sekarbela meliputi mutiara air laut dan mutiara air tawar. Mutiara-mutiara itu ada tiga pilihan warna, yakni putih,  emas (gold), dan perak (silver).  Mutiara-mutiara dari Lombok konon tak kalah kualitasnya dengan mutiara dari negara lain seperti Australia, Tahiti, Myanmar, dan Filipina.

           "Pengunjung tidak perlu khawatir terkecoh, salah pilih, karena kami sudah memilahnya antara mutiara air laut dan air tawar. Kami harus tetap menjaga kepercayaan pelanggan," kata seorang pemilik toko  di Sekarbela yang sangat mafhum akan kekhawatiran pengunjung karena harga mutiara yang relatif mahal,  sehingga memungkinkan ada oknum memalsukannya.

            Bahkan, di sejumlah toko di Sekarbela dijajakan pula mutiara imitasi yang mirip dengan mutiara asli, berbahan kaca, plastik,  atau bagian dari cangkang kerang. Mutiara imitasi ini biasanya tempatnya disendirikan, sehingga pengunjung mudah mengenalinya. Harganya pun sangat miring dibandingkan dengan mutiara asli.

             Untuk memasarkan produk-produknya para perajin emas dan mutiara sekarang ini tidak hanya mengandalkan cara konvensional menggelar dagangnya di toko, tapi mereka kini juga sudah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi berupa internet.  Situs-situs internet dari perajin emas dan mutiara Sekarbela bisa dengan mudah diakses melalui dunia maya.

            Bahkan, meski sentra kerajinan emas dan mutiara Sekarbela masih terkesan seperti "kampung", tapi pengunjung tidak perlu risau dengan sistem pembayaran yang dilakukan di toko-toko di sentra perhiasan ini. Pembayaran dapat dengan tunai baik rupiah atau dolar, jika tidak tunai, pengunjung dapat melakukan pembayaran  dengan kartu kredit, kartu debet ataupun cek perjalanan (travel cheque).
Mendukung
 
   Menurut penuturan beberapa sesepuh masyarakat setempat, konon Sekarbela dulu merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam di Lombok. Sekarbela yang letaknya berdekatan dengan pelabuhan Ampenan (yang kini pelabuhan itu dipindahkan ke Lembar), sangat mendukung berkembangnya ajaran Islam di daerah ini.

         Pedagang-pedagang dari berbagai daerah, termasuk dari negara Timur Tengah berdatangan untuk menjual berbagai jenis kerajianan, terutama perhiasan- perhiasan seperti kalung, cincin, dan gelang yang terbuat dari emas dan mutiara.

          Para pendatang yang awalnya untuk berdagang tersebut dalam perkembangannya banyak pula yang memilih untuk menetap dan menikah dengan penduduk asli Sekarbela, sehingga para pengusaha kerajinan emas dan mutiara di Sekarbela kebanyakan keturunan Timur Tengah,  Arab khususnya.

           Sementara itu, budidaya mutiara mulai dikembangkan di NTB sejak tahun 1990-an. Pada waktu itu, ada investor  dari Jepang menilai kualitas air laut dan tawar di NTB sangat mendukung untuk budidaya mutiara. "Lokasi sepanjang perairan di NTB rata-rata cocok untuk budidaya kerang mutiara" kata DR. Sigit A.P Dwiyono dari LIPI UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram beberapa waktu lalu.

          Tiga selat yang dimiliki NTB, Selat Alas, Selat Lombok dan Selat Sape menjadi faktor yang sangat potensial untuk tempat budidaya mutiara, karena terlindung dari gelombang.  Sedangkan lokasi budidaya mutiara di NTB saat ini diantaranya di pesisir Gili Gede (Pelayan, Bolangis), Gili Asahan (Labuhan Poh), Teluk Sire Lombok Barat, Sembelia Lombok Timur, Tanjung Bero, Teluk Mapin, Pulau Moyo dan Teluk Saleh, Sumbawa, Kwangko/Kempo, Teluk Sanggar, Dompu dan Teluk Sape serta Teluk Waworada, Bima.

          Selain itu, posisi NTB yang strategis, terutama Pulau Lombok,  yang berada di lintas perdagangan internasional menjadi pertimbangan memudahkan konsumen membeli langsung mutiara  asli.  Apalagi, industri mutiara di NTB dilakukan dari hulu hingga ke hilir,  mulai dari pembudidayaan sampai ke produk jadi.

          Hal senada juga diungkapkan peneliti dan pengembang kerang mutiara, Dr Syachrudin AS, bahwa sirkulasi atau penggantian air dari Samudera Indonesia sangat bagus, sehingga pertumbuhan plankton dan zooplankton sebagai bahan makanan siput di perairan NTB, tersedia cukup banyak.

        "Jika makanan siput bagus, maka mutiara yang dihasilkan nantinya akan bagus juga. Perairan NTB sangat mendukung untuk itu," katanya.

          Menurut dia, budidaya kerang mutiara sangat penting dilakukan mengingat tidak seimbangnya kebutuhan dengan persediaan alam. Selain itu,  karena tingginya nilai ekonomis kerang mutiara tersebut, membuat orang mengambil kerang tanpa memikirkan dampak negatif terhadap populasi kerang itu sendiri sehingga bisa terancam punah.

         Alasan lainnya, mutiara yang dihasilkan secara alami bentuknya tidak akan beraturan atau sangat sulit mendapatkan yang berbentuk bulat. Tapi dengan campur tangan manusia, mutiara bisa dibentuk sesuai keinginan. Mutiara terbentuk akibat adanya rangsangan benda asing yang masuk ke dalam mantel kerang mutiara, baik secara buatan maupun alami. Benda asing tersebut terperangkap di dalam kerang dan tidak bisa keluar.

        Mutiara hasil budidaya dirangsang dengan nucleus dan saibo. Saibo adalah mantel dari kerang lain yang dipotong-potong dan penempatannya harus saling bersentuhan dengan siput di dalam kerang mutiara.

  
                          Bursa Mutiara
 
     Terkait dengan pengembangan industri mutiara di NTB,  pemerintah setempat berusaha melobi Kementerian Perdagangan untuk pembangunan gedung bursa mutiara internasional di Pulau Lombok.
     Upaya tersebut dilakukan sebagai tindaklanjut respon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berdialog dengan petani dan pengusaha mutiara di Senggigi beberapa waktu silam.

         Wakil Gubernur NTB, Badrul Munir, mengemukakan,  respons  Presiden Yudhoyono terhadap pengembangan mutiara di Pulau Lombok sangat positif.

         Presiden langsung menginstruksikan Menteri Koperasi dan UKM, dan Menteri Perdagangan yang ikut dalam rombongannya, untuk menyikapi berbagai hal yang dikeluhkan petani dan pengusaha mutiara.

        "Pak Presiden menyambut baik upaya peningkatan kualitas mutiara, produksinya dan berdaya saing. Apalagi, Ibu Ani Yudhoyono yang sangat perhatian terhadap pengembangan mutiara di Pulau Lombok," ujarnya.

            NTB merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan mutiara dengan daya dukung lahan 19.056 hektare yang dapat memproduksi rata-rata 1,4 hingga 1,8 ton/tahun.  Sekitar 10-30 persen dari total produksi mutiara NTB setiap tahun diantar-pulaukan ke Surabaya dan Jakarta untuk selanjutnya diekspor ke berbagai negara.

          Data Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), selama ini ada 36 perusahaan mutiara dengan 1.360 pekerja di NTB.

         Hasil penelitian Kementerian Kelautan dan Perikanan, mutiara produk NTB diklasifikasikan dalam golongan A (kualitas tinggi), B (sedang) dan C (rendah). Klasifikasi A memiliki nilai jual Rp1 juta/gram, B Rp150 ribu/gram dan klasifikasi C sebesar Rp100/gram.
Bahkan, mutiara produk NTB diperebutkan para pembeli di bursa mutiara internasional di Jepang karena tergolong produk terbaik di dunia. Karena itulah  NTB berupaya bisa memiliki gedung bursa mutiara internasional.

         Tidak hanya itu,  guna menjaga citra, pemerintah provinsi NTB juga berusaha menggandeng Asbumi  menerbitkan sertifikat dan menetapkan regulasi untuk menjamin kualitas mutiara asli Lombok. Upaya itu dilakukan untuk mengontrol pula agar mutiara air tawar (freshwater pearl) tidak merusak nama (branding) mutiara Lombok yang selama ini dikenal sebagai "south sea pearl".

         Untuk menjaga gairah pasar mutiara yang telah menjadi ikon pariwisata NTB ini,  akan digelar Festival Mutiara pada 8-11 Juli 2011.  Festival ini diharapkan bisa menjadi ajang bertemunya penjual dan pembeli dari dalam maupun luar negeri. (*)
  oleh: Slamet Hadi Purnomo
 www.antaramataram.com

0 ulasan :

Post a Comment

terima kasih karena berkunjung di halaman kami...